BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Suatu dokumen kontrak konstruksi harus benar-benar dicermati dan
ditangani secara benar dan hati-hati karena mengandung aspek hukum yang akan
mempengaruhi dan menentukan baik buruknya pelaksanaan kontrak. Pentingnya
administrasi kontrak bertujuan untuk memastikan bahwasanya pihak-pihak yang
terkait dalam kontrak tersebut dapat memenuhi kewajiban sesuai dengan
perjanjian. Walaupun kelihatannya sederhana, namun dalam kenyataannya
mengadministrasikan suatu kontrak tidaklah mudah.
Dalam kebiasaan pelaksanaan suatu kontrak konstruksi yang
melibatkan owner atau pengguna jasa
dan kontraktor selaku penyedia jasa, posisi penyedia jasa selalu dipandang
lebih lemah daripada posisi pengguna jasa. Dengan kata lain posisi pengguna jasa
lebih dominan dari pada posisi penyedia jasa. Penyedia jasa hampir selalu harus
memenuhi konsep atau draft kontrak
yang dibuat pengguna jasa karena pengguna jasa selalu menempatkan dirinya lebih
tinggi dari penyedia jasa. Peraturan
perundang-undangan yang baku untuk mengatur hak-hak dan kewajiban para pelaku industri
jasa konstruksi sampai lahirnya Undang-Undang No.18/1999 tentang jasa konstruksi,
belum ada sehingga asas “Kebebasan Berkontrak” sebagaimana diatur oleh Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1338 dipakai
sebagai satu-satunya asas dalam
penyusunan kontrak. Dengan posisi yang lebih dominan, pengguna jasa lebih leluasa menyusun kontrak dan ini dapat
merugikan penyedia jasa.
Ketidakseimbangan antara terbatasnya pekerjaan konstruksi
atau proyek dan banyaknya penyedia jasa mengakibatkan posisi tawar penyedia jasa
sangat lemah. Dengan banyaknya jumlah penyedia jasa maka pengguna jasa leluasa
melakukan pilihan. Adanya kekhawatiran tidak mendapatkan pekerjaan yang
ditenderkan pengguna jasa atau pemilik proyek menyebabkan penyedia jasa “rela”
menerima kontrak konstruksi yang dibuat pengguna jasa. Bahkan sewaktu proses
tender biasanya penyedia jasa enggan bertanya hal-hal yang sensitif namun
penting seperti ketersediaan dana, isi kontrak, kelancaran pembayaran, penyedia
jasa takut pihaknya dimasukkan dalam daftar hitam.
Kondisi ideal pelaksana konstruksi adalah apabila seluruh komponen
kontrak konstruksi dengan pengguna jasa terinci secara jelas yang tercakup
dalam surat perjanjian, syarat umum kontrak, spesifikasi teknis, dan lain lain.
Seringkali terjadi perselisihan atau sengketa akibat kelalaian dalam
mengadministrasikan kontrak konstruksi tersebut, sehingga sering menimbulkan
perselisihan atau sengketa diantara kedua belah pihak. Sengketa konstruksi
adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa
konstruksi antara para pihak yang disebut dalam suatu kontrak konstruksi.
Dalam penyelenggaraan proyek konstruksi, fungsi-fungsi
perencanaan dan pelaksanaan dilaksanakan secara terpisah-pisah oleh berbagai pihak
yang berbeda. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan berbagai
fasilitas infrastruktur yang disertai dengan kemajuan teknologi konstruksi,
terdapat peningkatan potensi timbulnya perbedaan pemahaman, perselisihan
pendapat, maupun pertentangan antar berbagai pihak yang terlibat dalam kontrak
konstruksi. Hal ini seringkali tidak
dapat dihindari. Perselisihan yang timbul dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi
perlu diselesaikan sejak dini dan memuaskan bagi semua pihak. Seringkali juga terjadi
perselisihan disebabkan karena faktor eksternal penyedia jasa, seperti
perbedaan gambar rencana dengan spesifikasi teknis dan bill of quantity, lambatnya keputusan direksi pekerjaan dalam suatu
usulan material atau design, adanya force majeure, dan lain-lain yang
mengakibatkan bertambahnya waktu penyelesaian dan biaya pelaksanaa pekerjaan.
Sementara kebiasaan pada proyek pemerintah terutama yang dibiayai oleh APBD
atau APBN dibatasi oleh tahun anggaran, dimana proyek harus diselesaikan
sebelum tutup buku anggaran. Pada makalah ini akan membahas hukum dan jenis
perundang-undangan yang digunakan pada aspek hukum dalam pembangunan.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun berikut ini adalah rumusan masalah pada makalah ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Prinsip hukum apa sajakah yang harus
dipatuhi dalam suatu kontrak konstruksi?
2. Aspek hukum apa sajakah yang perlu diperhatikan
dalam kontrak konstruksi?
3. Apa sajakah jenis aspek hukum dalam
pembangunan?
1.3 Tujuan
Adapun berikut ini adalah beberapa tujuan pada
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui prinsip – prinsip
hukum yang harus dipatuhi dalam suatu kontrak konstruksi
2.
Mengetahui aspek hukum apa
saja yang perlu di perhatikan dalam kontrak konstruksi
3.
Mengetahui jenis-jenis aspek
hukum dalam pembangunan
BAB
2
PEMBAHASAN
2.1
Umum
Hukum adalah peraturan yang berupa
norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia,
menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum adalah
peraturan atau ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan
masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Sifat
dari tujuan hukum ini universal dimana terdapat hal seperti ketertiban,
ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan
bermasyarakat. Adapun perumusan pengertian hukum setidaknya
mengandung beberapa unsur sebagai berikut:
a.
Hukum
mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan
berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak
bersinggungan dan merugikan kepentingan umum.
b.
Peraturan
hukum ditetapkan oleh lembaga atau badan yang berwenang untuk itu. Peraturan
hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan yang
memang memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat
bagi masyarakat luas.
c.
Penegakan
aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum dibuat bukan untuk dilanggar
namun untuk dipatuhi. Untuk menegakkannya diatur pula mengenai aparat yang
berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya sekalipun dengan tindakan yang
represif. Meski demikian, terdapat pula norma hukum yang bersifat
fakultatif/melengkapi.
d.
Hukum
memliki sanksi dan setiap pelanggaran atau perbuatan melawan hukum akan
dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam peraturan hukum.
2.2
Pengertian Hukum Konstruksi
Pekerjaan
konstruksi yaitu keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan,
perencaananaan, pelaksanaan dan pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur,
sipil, mekanikal elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapanya untuk mewujudkan suatu bangunan.
Hukum
konstruksi yaitu suatu aturan yang mengatur tentang tata cara bagaimana
pelaksanaan dan pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektur, sipil, mekanikal
elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapanya untuk
mewujudkan suatu bangunan yang apabila dilanggar atau tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan akan dikenakan sanksi.
Jasa konstruksi yaitu
layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan, jasa pelaksanaan pekerjaan, dan
jasa konsultasi pengawasaan pekerjaan konstruksi. Tujuan hukum konstruksi (Pasal
3 UU 18 Tahun 1999) yaitu sebagai berikut:
a.
Memberikan arah pertumbuhan
dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur yang kokoh andal,
budaya saing tinggi dan berkualitas
b.
Mewujudkan tertib penyelenggaraan
konstruksi yang menjamin hak dan kewajiban antara pengguna dan penyedia jasa.
Serta meninggkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c.
Mewujudkan peran masyarakat
dalam konstruksi
2.3
Aspek
Hukum dalam Pembangunan
Aspek
hukum adalah kumpulan berbagai aspek peraturan yang mengatur kehidupan manusia
dan mempunyai tingkatan hukum, dimana hukum tingkat diatas merupakan sumber
hukum bagi hukum pada tingkat dibawahnya. Adapun aspek hukum pembangunan
sebagai berikut:
2.3.1
Aspek
Hukum Keperdataan
Menyangkut
sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan jasa
konstruksi, yang memenuhi legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan
harus merupakan kelengkapan hukum para pihak dalam perjanjian.
Ada beberapa aspek yang diatur dalam hukum ketenagakerjaan, yaitu sebagai
berikut:
1.
Hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang
diatur dalam buku III KUH perdata mulai dari pasal 1233 sampai dengan pasal
1864 KUH perdata.
2.
Pada pasal
1233 KUH perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari
perjanjian persetujuan dan undang-undang.
3.
Sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian yang
memenuhi pasal 1320 KUH perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu:
a.
Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya
b.
Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
c.
Suatu hal
tertentu
d.
Suatu
sebab yang diperkenankan
4.
Kontrak dalam
jasa konstruksi harus memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif tersebut.
2.3.2
Aspek
Hukum Ketenagakerjaan
Menyangkut
aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa konstruksi.
Ada beberapa aspek yang diatur dalam hukum ketenagakerjaan, yaitu sebagai
berikut:
1.
Penempatan
Aspek
penempatan tenaga kerja adalah suatu pengaturan yang bersifat khusus (lex specialis) yang meliputi beberapa
bidang antara lain pengerahan tenaga kerja, antar kerja antar negara,
penempatan tenaga kerja indonesia di kapal asing untuk tujuan luar negeri,
penempatan tenaga asing dan wajib kerja sarjana.
2.
Hubungan Industrial
Hubungan
kerja, yaitu hubungan antara pekerja atau karyawan dan pengusaha. Perjanjian
yang menyatakan kesanggupan pekerja untuk bekerja pada pengusaha dengan
menerima upah dan pengusaha memperkerjakan pekerja dengan membayar upah disebut
perjanjian kerja.
3.
Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Perlindungan
pekerja yang berbentuk perlindungan teknis adalah yang merupakan perlindungan
keselamatan kerja. Undang-undang No.3 Tahun 1992 yaitu undang-undang tentang jaminan
sosial tenaga kerja. Undang-undang keselamatan kerja No. 1 tahun 1970.
4.
Kesejahteraan dan Jaminan
Sosial
Jaminan
sosial adalah pembayaran yang diterima pihak pekerja dalam hal pekerja diluar
kesalahannya tidak melakukan pekerjaan.
2.3.3
Aspek
Hukum Pendanaan
Menyangkut
pendanaan yang digunakan untuk
membiayai pekerjaan
konstruksi. Hukum pendanaan atau
pembiayaan adalah aturan hukum yang mengatur mengenai dana
yang dibutuhkan untuk membiayai suatu
kegiatan usaha atau bisnis. Dana
tersebut dapat bersumber dari lembaga keuangan semua badan yang kegiatannya di bidang
keuangan dengan menarik dana dari masyarakat dan menyalurkannya ke masyarakat.
Ada
beberapa aspek yang diatur dalam hukum ketenagakerjaan, yaitu sebagai berikut:
1.
Undang-undang
a.
No. 22/1999 : Otonomi Daerah
b.
No. 23/1999 : Perimbangan
Keuangan Pusat daerah
2.
Keputusan
Presiden No. 61/1998 : Lembaga Pembiayaan
3.
Keputusan
Menteri
a.
Perhub No. KM 82/1988 :
Persyaratan Pendaftaran Leasing
b.
Keuangan No. 1256/KMK.00/1989:
Ketentuan & tata cara pelaksanaan
lembaga pembiayaan
c. Keuangan
No. 1169/KMK.01/1991: Kegiatan Sewa-Guna-Usaha Leasing
d.
Keuangan No. 634/KMK.013/1990:
Pengadaan Barang Modal Berfasilitas melalui Perusahaan Leasing
e.
Keuangan No. 448/KMK.017/2000:
Perusahaan Pembiayaan
2.3.4
Aspek
Hukum Administrasi Negara
Menyangkut
tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi proses pelaksanaan
kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang konstruksi. Hukum Administrasi Negara diaplikasikan dalam peraturan berdasarkan persyaratan dan
prosedur sebagaimana ketentuan perundang-undangan. Adapun beberapa aspek yang
diatur dalam hukum ketenagakerjaan, yaitu sebagai berikut:
1.
Peringatan
tertulis
2.
Penghentian
sementara pekerjaan konstruksi
3.
Pembatasan
kegiatan usaha dan/atau profesi
4.
Larangan
sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi pengguna jasa.
5.
Pembekuan
Izin Usaha dan atau Profesi
6.
Pencabutan
Izin Usaha dan atau Profesi.
2.3.5
Aspek
Hukum Pidana
Menyangkut ada
tidaknya sesuatu unsur pekerjaan yang “terkena” ranah
pidana. Hukum pidana merupakan perbuatan yang dilarang dalam UU ataupun UUD,
diantarnya adalah pelaku perbuatan pembunuhan, pelaku perbuatan pemerkosaan, pelaku
perbuatan mencuri/merampok, pelaku perbuatan korupsi, pelaku perbuatan
penganiyaan dan pelaku perbuatan penipuan.
2.3.6
Aspek
Hukum Pertanahan
Menyangkut kepemilikan
tanah yang digunakan dalam pembangunan konstruksi. Hukum pertanahan berkaitan
dengan, sebagai berikut:
1.
Kepemilikan tanah
Hak
milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh
yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat hak atas tanah mempunyai
fungsi sosial.
a.
Keputusan
Menteri yaitu No. 6/1998: Pemberian Hak Tanah untuk
b.
Rumah Tinggal yaitu No. 1/1998
: Pemberian HM Tanah untuk RSS
c.
Peraturan
Menteri Agraria/ Kepala BPN yaitu No.
5/1998: Perubahan HGB untuk Rumah
tinggal
d.
No. 9/1999: Tata Cara
Pemberian & Pembatalan Hak atas tanah & hak pengelolaan
2.
Penggunaan/ pemakaian tanah
Hak
guna usaha (HGU) adalah hak yang diberikan oleh negara
kepada perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan untuk melakukan kegiatan
usahanya di Indonesia. Hak guna bangunan (HGB) adalah
hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan
miliknya sendiri.
a.
UU
Pokok Agraria
b.
UU
No. 5/1960 : peraturan dasar pokok-pokok agraria
c.
Keputusan
Presiden No. 34/2003 Kebijakan Nasional di bidang
Pertanahan
d.
Peraturan
Pemerintah No.
40/1996 :HGU, HGB, Hak Pakai
No.
24/1997 Pendaftaran tanah, No. 36/1998 Penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar
e.
Permen
Agraria/ Kepala BPN No. 2/1999 : Izin Lokasi
3.
Hak
pakai
Adalah hak untuk menggunakan
dan/ atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau
tanah milik orang lain.
2.3.7
Aspek
Hukum Lingkungan
Menyangkut masalah
lingkungan disekitar konstruksi.
Lingkungan adalah
tempat terjadinya interaksi antara komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotic.
Lingkungan sendiri dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
1.
Lingkungan fisik (physical environment) yaitu segala sesuatu disekitar makhluk hidup yang
berbentuk benda mati seperti rumah,
kendaraan, udara, air dan lain sebagainya. Beberapa peraturan terkait lingkungan fisik, antara
lain:
Undang-undang
a. No. 5/1984 : Perindustrian
b.
No. 4/1992 : Perumahan dan
Permukiman
c.
No. 8/1985 : Kebijakan
Perumahan Nasional
Peraturan Pemerintah
a.
No. 47/1997 : Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional
b. No.98/1993 : Kawasan Industri
Keputusan Menteri
No.
311/KPTS/M/2003 : Penetapan Blok Plan Perkantoran
2.
Lingkungan biologis (biological environment) yaitu segala
sesuatu yang berada disekitar manusia yang berupa organisme hidup selain dari
manusianya itu sendiri, misalnya hewan dan tumbuh-tumbuhan. Beberapa peraturan terkait lingkungan
biologis, antara lain:
Undang-undang
a.
No.
4/1967 : Ketentuan Pokok Pertambangan
b.
No.
5/1967 : Ketentuan Pokok Kehutanan
c.
No. 4/1982 : Ketentuan Pokok Kehutanan
d.
No.
9/1985 : Perikanan
e.
No.
5/1990 : SDA Hayati dan Ekosistemnya
f.
No.
23/1997 : Pengelolaan Lingkungan Hidup
g.
No.
7/2004 : Sumber Daya Air
Peraturan
Pemerintah
a.
No. 33/1970 : Perencanaan Hutan
b.
No. 29/1982 : Analisis Dampak Lingkungan
c.
No. 20/1990 : Pengendalian Pencemaran Air
3.
Lingkungan sosial (social
environment) yaitu manusia-manusia lain yang ada disekitarnya, seperti
tetangga, teman-teman dan juga orang lain disekitarnya yang belum kenal. Beberapa peraturan terkait lingkungan sosial, antara
lain:
TAP MPR No. XI/1998
Penyelenggaraan Negara bersih dari KKN
Undang-undang
a.
No. 5/1999 Larangan Praktek
Monopoli
b.
No. 31/1999 Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
Peraturan
Pemerintah
c.
No.68/1999: Peran Serta
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara
d.
No. 20/2001: Pembinaan &
pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah
Keputusan
Presiden No. 74/2001: Tata cara pengawasan
penyelenggaraan pemerintah daerah
Instruksi Presiden No.
30/1998 Pemberantasan KKN
Aspek
Hukum Perlindungan Lingkungan dan Dasar Hukum dari Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah:
a.
Keputusan
Menteri KLH No.12/MENLH/3/94 tentang Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan.
b.
Keputusan
Menteri KLH No.11/MENLH/3/1993 tentang Jenis Usaha atau
Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
c.
Keputusan
KLH No.14/MENKLH/3/1994 tentang Pedoman Umum Penyusunan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
d.
Keputusan
Kepala Bapedal No. Kep-056 tahun 1994 tentang Pedoman Mengenai Ukuran Dampak
Penting.
e.
Peraturan
Pemenintah dan Keputusan Menteri yang Berhubungan Dengan Baku Mutu Lingkungan
(BML)
BAB
3
KESIMPULAN
DAN SARAN
1.1
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a.
Suatu dokumen kontrak harus
ditangani secara benar dan berhati-hati karena didalamnya terdapat aspek hukum
yang akan mempengaruhi baik atau buruknya pelaksanaan kontrak.
b.
Hukum mengatur tingkah laku
manusia termasuk dalam dunia jasa konstruksi, hukum harus dipatuhi karena
didalamnya terdapat sanksi yang tegas.
3.2 Saran
Mata
kuliah aspek hukum dalam pembangunan sangat membantu dalam mengenal dunia jasa
konstruksi terutama dalam aspek hukumnya dan perundang-undangannya. Sebagai
mahasiswa tentunya penulis sangat mengharapkan adanya studi lapangan baik pada
suatu institusi, Lembaga maupun proyek guna memperdalam pengetahuan dan siap
bila nantinya terjun dalam dunia jasa konstruksi
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Indra. 2011. Aspek Hukum dalam Konstruksi. [Online] http://indraadnan92.blogspot.com/2011/08/aspek-hukum-dalam-konstruksi.html?m=1,
[Diakses pada 20 November 2018].
Hidayat, Rachmad. 2014. Sengketa dalam Pembangunan Konstruksi Pembangunan Gedung, Transportasi, dan Keairan. Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kendari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar